Arsip Blog

Senin, 26 Mei 2025

CONTOH REVIEW JURNAL 2

 CONTOH REVIEW JURNAL 2

 

Judul

Banjir: Fakta dan Dampaknya, Serta Pengaruh dari Perubahan Guna Lahan

Jurnal

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Volume dan Halaman

Vol. 24 No. 3, Desember 2013, Halaman 241-249

Tahun Terbit

2013

Penulis

Arief Rosyidie

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara perubahan guna lahan dan kejadian banjir, serta mengidentifikasi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan akibat fenomena banjir. Fokus utama penelitian adalah untuk memahami bagaimana konversi lahan hijau menjadi kawasan terbangun (seperti pemukiman, industri, dan komersial) meningkatkan kerentanannya terhadap bencana banjir.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian melibatkan analisis dampak perubahan guna lahan terhadap kejadian banjir. Penelitian ini meninjau beberapa wilayah yang mengalami alih fungsi lahan, serta dampaknya terhadap daya tampung air tanah dan kapasitas drainase kota. Fokus utama adalah pada wilayah yang menghadapi peningkatan pembangunan yang cepat, namun kurang mempertimbangkan aspek konservasi lingkungan.

Metode Penelitian

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis, yang berarti menganalisis data yang ada untuk menjelaskan fenomena banjir yang terjadi. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan analisis sekunder, dengan menggunakan data yang diambil dari berbagai sumber seperti laporan pemerintah, dokumen kebijakan tata ruang, dan data statistik tentang banjir dan perubahan penggunaan lahan. Analisis dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif untuk melihat hubungan sebab akibat antara perubahan guna lahan dengan kejadian banjir.

Hasil Penelitian

  1. Penelitian menemukan bahwa konversi lahan hijau, terutama menjadi permukiman, industri, dan area komersial, meningkatkan permukaan yang kedap air, yang mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air hujan. Hal ini menyebabkan limpasan air hujan yang lebih besar ke saluran drainase, yang tidak selalu mampu menampung volume air tersebut, sehingga menyebabkan banjir.
  2. Banjir yang terjadi berdampak negatif pada masyarakat, dengan kerugian ekonomi yang sangat besar, terutama dalam sektor infrastruktur dan perumahan.
  3. Secara ekologis, banjir yang terjadi juga menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami, seperti hutan dan sungai, yang berfungsi sebagai pengatur siklus air. Penggunaan lahan yang tidak terencana mengurangi kawasan resapan air, yang semakin memperburuk siklus banjir.
  4. Penelitian ini menyoroti pentingnya pengelolaan tata ruang yang lebih baik. Perencanaan wilayah yang lebih cermat dengan mempertimbangkan kapasitas lingkungan dan resapan air adalah kunci dalam mitigasi banjir.

Kekuatan Penelitian

  1. Penelitian ini memberikan gambaran yang cukup lengkap tentang hubungan antara perubahan guna lahan dengan kejadian banjir, serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
  2. Penelitian ini sangat relevan bagi pembuat kebijakan, terutama dalam merumuskan kebijakan tata ruang dan mitigasi bencana. Dengan memberikan bukti empiris tentang dampak perubahan guna lahan, penelitian ini mendukung argumentasi untuk merencanakan wilayah secara berkelanjutan.
  3. Penelitian ini menggabungkan berbagai perspektif (sosial, ekonomi, lingkungan) dalam menganalisis fenomena banjir, sehingga memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas masalah ini.

Kelemahan Penelitian

 

1.     Ketergantungan pada Data Sekunder. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber seperti laporan pemerintah dan data statistik. Hal ini membuat hasil penelitian bergantung pada kualitas dan ketersediaan data yang ada,

2.     Meskipun penelitian ini memberikan analisis yang kuat berdasarkan data yang ada, tidak ada studi lapangan atau wawancara langsung dengan masyarakat yang terdampak. Ini membatasi kedalaman pemahaman terhadap pengalaman langsung masyarakat dalam menghadapi banjir.

3.     Meskipun data yang digunakan mencakup beberapa wilayah, tidak ada pembahasan yang mendalam mengenai variabel lokal yang dapat mempengaruhi kejadian banjir, seperti topografi atau kondisi geografis yang spesifik. Hal ini dapat membuat generalisasi hasil penelitian lebih terbatas pada wilayah tertentu saja.

Kesimpulan

 

Penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan guna lahan, terutama yang berhubungan dengan urbanisasi dan konversi lahan hijau, memiliki dampak signifikan terhadap frekuensi dan intensitas banjir. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan tata ruang yang lebih baik dengan mempertimbangkan kapasitas resapan air dan pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan. Selain itu, penting untuk mengintegrasikan kebijakan mitigasi banjir dalam perencanaan kota untuk mengurangi risiko dan dampak banjir terhadap masyarakat dan lingkungan.

 

 


CONTOH REVIEW JURNAL

 CONTOH REVIEW JURNAL

 

Judul

Strategi Penanganan Banjir Berbasis Mitigasi Bencana pada Kawasan Rawan Bencana Banjir di Daerah Aliran Sungai Seulalah Kota Langsa

Jurnal

Geography Science Education Journal (GEOSEE)

Volume dan Halaman

Volume 1, Nomor 1, Juni 2020,

Tahun Terbit

2020

Penulis

Ayu Sekar Ningru,  Kronika Br. Ginting

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi strategi penanganan banjir berbasis mitigasi bencana pada kawasan rawan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Seulalah, Kota Langsa. Penelitian juga mengevaluasi langkah mitigasi yang dapat meminimalkan risiko dampak banjir di kawasan tersebut.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian mencakup kawasan Daerah Aliran Sungai Seulalah di Kota Langsa yang dianggap rawan bencana banjir. Fokus utama adalah pada masyarakat sekitar dan pengelolaan DAS.

Metode Penelitian

 

Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen terkait kebijakan mitigasi bencana di daerah tersebut.

Hasil Penelitian

  1. Identifikasi area rawan banjir di DAS Seulalah.
  2. Strategi mitigasi meliputi pembangunan infrastruktur pengendali banjir, edukasi masyarakat tentang risiko banjir, dan pengelolaan tata ruang kawasan DAS.
  3. Partisipasi masyarakat dalam upaya mitigasi perlu ditingkatkan untuk keberhasilan strategi yang diusulkan

Kekuatan Penelitian

  1. Penelitian mendalam dengan data lokal yang relevan.
  2. Menggabungkan pendekatan teknis dan sosial dalam mitigasi bencana.
  3. Memberikan rekomendasi yang aplikatif bagi pemerintah daerah.

Kelemahan Penelitian

 

  1. Ruang lingkup penelitian terbatas pada satu DAS, sehingga kurang dapat digeneralisasi.
  2. Tidak mencantumkan evaluasi anggaran atau sumber daya yang diperlukan untuk implementasi strategi mitigasi.

Kesimpulan

 

Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi mitigasi bencana yang efektif di DAS Seulalah membutuhkan sinergi antara pengelolaan lingkungan, partisipasi masyarakat, dan dukungan kebijakan dari pemerintah. Edukasi masyarakat dan pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama dalam pengurangan risiko banjir di kawasan tersebut.

 

 


Senin, 10 Desember 2018

MORALITAS DAN HUKUM

Makalah

MORALITAS DAN HUKUM

DI SUSUN
OLEH
MAHRIFAT ISMAIL

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2017


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah STW, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul
"MORALITAS DAN HUKUM"
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi di beberapa reverensi dan waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggung jawabkan  hasilnya. Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .....................................................................................
B.     Rumusan Masalah ................................................................................
C.     Tujuan Penulisan ..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Moralitas................................................................................................
1.      Pengertian moralitas..................................................................
2.      Jenis moral.................................................................................
3.      Fungsi moral..............................................................................
B.     Hukum...................................................................................................
1.      Pengertian hukum......................................................................
2.      Jenis hukum...............................................................................
3.      Fungsi hukum............................................................................
4.      Proses terbentuknya hukum........................................................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ...........................................................................................
B.     Saran .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Sebagai mahluk sosial manusia dalam kehidupannya memerlukan interaksi sosial satu sama lain, maka berbagai kepentingan akan saling bertemu. Pertemuan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain ini, tak jarang, menimbulkan pergesekan ataupun perselisihan. Perselisihan yang ditimbulkan bisa berakibat fatal, apabila tidak ada sebuah sarana untuk mendamaikannya. Perlu sebuah mediator atau fasilitator untuk mempertemukan dua buah kepentingan yang bergesekan tersebut, agar manusia yang saling bersengketa  tersebut sama-sama memperoleh keadilan, inilah sebuah proses untuk menuju sebuah sistem tatanan hukum.
Kenyataan ini menjadikan manusia mulai berpikir secara rasional. Di berbagai komunitas masyarakat adat, hal ini menjadi pemikiran yang cukup serius, kemudian diangkatlah  pemangku adat, yang biasanya mempunyai ‘kelebihan’ tertentu untuk ‘menjembatani’ berbagai persoalan yang ada. Dengan kondisi ini, tetua adat yang dipercaya oleh komunitasnya mulai menyusun pola kebijakan sebagai panduan untuk komunitas tersebut yang berisikan aturan mengenai larangan, hukuman bagi yang melanggar larangan tersebut, serta bentuk-bentuk perjanjian lain yang sudah disepakati bersama.
Proses inilah yang mengawali terjadinya konsep hukum di masyarakat, ternyata komunitas masyarakat adat sudah terlebih dahulu mengetahui arti dan fungsi hukum yang sebenarnya. Inilah yang kemudian disebut sebagai hukum adat. Dapat dirumuskan bersama, bahwa hukum adat merupakan hukum tertua yang hidup di masyarakat. Hanya saja, mayoritas hukum adat ini biasanya tidak tertulis. Inilah salah satu kelemahan hukum adat.
Apa yang terjadi pada masyarakat adat inilah yang kemudian menginspirasi manusia modern untuk melakukan hal serupa.
Hubungan antar masyarakat adat ini semakin lama semakin luas dan semakin berkembang. Masyarakat-masyarakat adat yang saling berinteraksi akhirnya mengadakan perjanjian bersama untuk membentuk sebuah ikatan yang lebih luas, yang kemudian dikenal dengan istilah ‘negara’. Sejatinya, ‘negara’ ini sebenarnya berisikan berbagai kumpulan hukum adat. 
Seiring dengan berkembangnya waktu, manusia modern memerlukan tatanan yang lebih selaras, seimbang dalam menjembatani berbagai kepentingan yang semakin dinamis dan kompleks. Hukum yang tadinya tidak tertulis, akhirnya disepakati bersama untuk dibakukan dan dijadikan pedoman. Tentunya, pedoman yang dimaksud kemudian dilakukan secara tertulis. Hukum tertulis inilah yang kita kenal sampai sekarang. Hukum tertulis ini bersifat dinamis. Akan terus berubah sesuai perkembangan zaman dan perkembangan kepentingan manusia.
B.  Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam yang terdapat pada pembahasan ini antara lain
1.      Apa yang dimaksud dengan moral dan moralitas ?
2.       Apa saja jenis dan fungsi moral ?
3.      Apa yang dimaksud dengan hukum ?
4.       Apa saja jenis, fungsi, proses terbentuknya hukum ?
5.      Bagaiman hubungan antara moralitas dan hukum ?
6.      Apa perbedaan antara hukum dengan moral?
C.  Tujuan penulisan
1.      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan moral dan moralitas.
2.      Menyebutkan jenis serta fungsi moral.
3.      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan hukum.
4.      Menyebutkan jenis, fungsi serta menjelskan proses terbentuknya hukum.
5.      Menjelaskan hubungan antara manusia, moralitas, dan hukum.
6.      Menjelaskan perbedaan antara hukum dengan moral.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    MORAL
1.      Pengertian moral
Moral berasal dari bahas latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, dan morals. Moral bisa diartikan nilai atau norma yang menjadi pegangan suatu individu maupun kelompok dalam mengatur tingkah laku, sedangkan Moralitas merupakan keseluruhan dari sifat moral tentang baik dan buruk.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (basah arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
Moral bisa diartikan nilai atau norma yang menjadi pegangan suatu individu maupun kelompok dalam mengatur tingkah laku, sedangkan Moralitas merupakan keseluruhan dari sifat moral tentang baik dan buruk.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens, 2002:7). Moralitas juga berperan sebagai pengatur dan petunjuk bagi manusia dalam berperilaku agar dapat dikategorikan sebagai manusia yang baik dan dapat menghindari perilaku yang buruk (Keraf, 1993: 20). Dengan demikian, manusia dapat dikatakan tidak bermoral jika ia berperilaku tidak sesuai dengan moralitas yang berlaku.
Velazquez memberikan pemaparan pendapat para ahli etika tentang lima ciri yang berguna untuk menentukan hakikat standar moral (2005:9-10). Kelima ciri tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius atau benar-benar menguntungkan manusia. Contoh standar moral yang dapat diterima oleh banyak orang adalah perlawanan terhadap pencurian, pemerkosaan, perbudakan, pembunuhan, dan pelanggaran hukum.
  2. Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Meskipun demikian, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk mendukung dan membenarkannya.
  3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri. Contoh pengutamaan standar moral adalah ketika lebih memilih menolong orang yang jatuh di jalan, ketimbang ingin cepat sampai tempat tujuan tanpa menolong orang tersebut.
  4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata lain, pertimbangan yang dilakukan bukan berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak tertentu, melainkan memandang bahwa setiap masing-masing pihak memiliki nilai yang sama.
  5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosakata tertentu. Emosi yang mengasumsikan adanya standar moral adalah perasaan bersalah, sedangkan kosakata atau ungkapan yang merepresentasikan adanya standar moral yaitu “ini salah saya,” “saya menyesal,” dan sejenisnya.
Pemahaman Berdasarkan Contoh
Orang dapat dikatakan tidak bermoral apabila tingkah lakunya berlawanan dengan moralitas yang berlaku dalam masyarakat. Contoh perbuatan yang berlawanan dengan moralitas masyarakat di Indonesia adalah tidak adanya tenggang rasa terhadap orang yang berbeda agama. Sebagai masyarakat Indonesia yang plural dengan suku, ras, dan agama, tentunya persoalan perbedaan tidak menjadi masalah, bahkan menjadi suatu kebanggaan yang harus dijunjung tinggi dilatarbelakangi oleh makna dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan demikian, orang yang tidak memiliki tenggang rasa atas perbedaan agama, di Indonesia, dianggap tidak bermoral.
Untuk menghindari cap jelek sebagai orang yang tidak bermoral, maka sebagai manusia kita harus memahami moralitas yang terdapat dalam masyarakat. Dengan memahami konsep moralitas, orang juga akan mudah membaur dengan masyarakat dan menerima respon positif atas tingkah laku baik.
2.      Jenis moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia, yaitu:
·          Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
·          Moral normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Moral normatif memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

3.      Fungsi moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia antara lain :
a)      Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian masyarakat.
b)      Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi.
c)      Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional.

B.     HUKUM
1.   Pengertian hukum                                     
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik daripada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Hingga saat ini, belum ada kesepahaman dari para ahli mengenai pengertian hukum. Telah banyak para ahli dan sarjana hukum yang mencoba untuk memberikan pengertian atau definisi hukum, namun belum ada satupun ahli atau sarjana hukum yang mampu memberikan pengertian hukum yang dapat diterima oleh semua pihak. Ketiadaan definisi hukum yang dapat diterima oleh seluruh pakar dan ahli hukum pada gilirannya memutasi adanya permasalahan mengenai ketidaksepahaman dalam definisi hukum menjadi mungkinkah hukum didefinisikan atau mungkinkah kita membuat definisi hukum? Lalu berkembang lagi menjadi perlukah kita mendefinisikan hukum?.
Ketiadaan definisi hukum jelas menjadi kendala bagi mereka yang baru saja ingin mempelajari ilmu hukum. Tentu saja dibutuhkan pemahaman awal atau pengertian hukum secara umum sebelum memulai untuk mempelajari apa itu hukum dengan berbagai macam aspeknya. Bagi masyarakat awam pengertian hukum itu tidak begitu penting. Lebih penting penegakannya dan perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Namun, bagi mereka yang ingin mendalami lebih lanjut soal hukum, tentu saja perlu untuk mengetahui pengertian hukum. Secara umum, rumusan pengertian hukum setidaknya mengandung beberapa unsur sebagai berikut:
Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum.
Peraturan hukum ditetapkan oleh lembaga  atau badan yang berwenang untuk itu. Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan yang memang memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat luas.
Penegakan aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum dibuat bukan untuk dilanggar namun untuk dipatuhi. Untuk menegakkannya diatur pula mengenai aparat yang berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya sekalipun dengan tindakan yang represif. Meski demikian, terdapat pula norma hukum yang bersifat fakultatif/melengkapi.
Hukum memliki sanksi dan setiap pelanggaran atau perbuatan melawan hukum akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam peraturan hukum.
Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis (norma) yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut. Hukum harus mencakup tiga unsur, yaitu kewajiban, moral dan aturan.
       Beberapa  pendapat pakar  lain mengenai pengertian hukum, yaitu:
·          Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
·          Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
·          Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
·          Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Sistem hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
Sistem hukum umum adalah suatu sistem hukum yang digunakan di Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu di mana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya.

Sistem hukum Anglo-Saxon

Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.
2.     Jenis hukum
            Jenis hukum berdasarkan sumber, yaitu:
a.       Hukum adat
Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Contoh: hukum adat minangkabau.

b.      Hukum undang-undang
Hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Ada dua jenis undag-undang yakni dalam arti material (setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum bagi semua warga negara) dan dalam arti formal (setiap peraturan yang karena bentuknya dapat disebut UU). Contoh: UU pemilu.

c.       Hukum yurisprudensi
Yaitu keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh UU dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa. Contoh: KUHP.

d.      Hukum traktat
Yaitu perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai persoalan-persoalan tertentu yang emnjadi kepentingan negara bersangkutan. Contoh: hukum batas negara.


e.       Hukum doktrin
Yaitu pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya.

Jenis hukum berdasarkan isinya, yaitu:
a.   Hukum publik
Hukum yang  mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Atau Hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang masyarakat dan menjadi Hukum perlindungan Publik. Contoh: hukum tata negara, hukum acara pidana.

b.      Hukum privat
Hukum yang mengatur kepentingan pribadi, atau hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lainnya dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Contoh: hukum waris, hukum dagang, hukum perdata.

Jenis hukum berdasarkan masa berlakunya, yaitu:
a.       Hukum Positif atau ius constitutum
adalah hukum yang berlaku saat ini di suatu negara. Misalnya, di Indonesia persoalan perdata diatur dalam KUH Perdata, persoalah pidana diatur melalui KUH Pidana, dll. Dalam hukum positif atau ius constitutum di indonesia, berlaku tata hukum sebagai berikut:
b.      Hukum Tata Negara
adalah Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari tingkat atas sampai bawah, sturktur, tugas dan wewenang alat perlengkapan Negara.
c.       Hukum Perdata
adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau Hukum Perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

d.      Hukum Pidana
adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan yang  berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 
·          Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
·          Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
·          Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
·          Hukum Tata Usaha (Administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
·          Hukum acara atau hukum formal adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Tata hukum ini terbagi atas:
Ø  Hukum Acara Pidana  Indonesia  adalah  hukum yang mengatur tentang  tata cara  beracara (berperkara di badan peradilan) dalam  lingkup hukum pidana. Hukum Acara Pidana  di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
Ø  Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Dan ketentuan-ketentuan dari Hukum Acara Perdata pada dasarnya sama sekali tidak memberatkan hak dan kewajiban yang sering kita jumpai dalam hukum materiil perdata, akan tetapi pada intinya aturan-aturan hukum perdata materiil adalah melindungi hak-hak perseorangan dan itu merupakan sifat dasar dari Hukum Acara Perdata.

Hukum yang akan datang atau ius costituendum.
Hukum yang dicita-citakan, diharapkan, atau direncanakan akan berlaku masa yang akan datang. Contoh: hukum pidana nasional yang hingga saat ini masih disusun.

Jenis hukum berdasarkan tempat berlakunya, yaitu:
a.       Hukum Internasional
adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga Hukum Internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional. Contoh: Hukum Perang Perdata Internasional dan sebagainya
.
b.      Hukum Lokal (Local Law)
adalah hukum yang hanya berlaku disuatu daerah tertentu (Hukum Adat Batak, Minangkabau, Jawa dan sebagainya). Atau suatu sistem hukum yang tampak seiring dengan peningkatan pentingnya hukum negara dan aparatur administrasinya, dimana pengembangan dan kewenangannya, maksud dan tujuannya kesemuanya ditentukan oleh aparat pemerintah. Pemberlakuan, dalam praktek sehari-hari berada dalam suatu kewenangan daerah yang terdesentralisasi. Perbedaannya dengan hukum nasional adalah bahwa proses pembentukan hukum lokal yang dibangun tersebut perumusannya didasarkan pada spirit berpikir hukuni masyarakat pribumi.

3.      Fungsi hukum
  Fungsi hukum bagi kehidupan manusia, yaitu:
a.       Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
b.      Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin
c.       Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang
d.      Hukum mempunyai sifat memaksaHukum mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis, Karena hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar
e.       Sebagai penggerak pembangunan
f.       Sebagai fungsi kritis hukum

Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H dalam bukunya pengantar ilmu hukum, hal 155 mengatakan : “Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas) saja melainkan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya”.

4.      Proses terbentuknya hukum
Terjadinya hukum di Inggris pada awalnya dan terus berkembang adalah hukum berasal dari kebiasaan dalam masyarakat dan dikembangkan oleh keputusan-keputusan pengadilan. Hukum Inggris yang demikian ini dinamakan common law, yang pertumbuhannya dimulai pada tahun 1066, saat berkuasanya William The Conqueror.
Pandangan-pandangan ekstrim tentang terjadinya hukum secara umum dikatakan oleh J.P Glastra Van Loon adanya dua pandangan ekstrim, yaitu:

1.      Pandangan legisme, (yang berkembang dan berpengaruh sampai pertengahan abad ke 19 )
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh perundang-undangan. Dan hakim secara tegar terikat pada undang-undang, peradilan adalah hal menerpakan secara mekanis dari ketentuan undang-undang pada kejadian-kejadian yang konkrit.
2.      Pandangan Freirechtslehre (abad 19/20)
Menurut pandangan ini hukum terbentuk hanya oleh peradilan, undang-undang, kebiasaan, dan sebagainya hanyalah sarana-sarana pembantu bagi hukum dalam menenemukan hukum pada kasus-kasus konkrit.

C.  Hubungan antara hukum dengan manusia
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam  ilmu hukum, terdapat kalimat terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat i4 9tu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).2
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

D.   Hubungan manusia dengan hukum
Setelah mengalami amandemen ke-1 sampai ke-4, tampak bahwa Bab I Pasal 1 UUD 1945 (tentang bentuk dan kedaulatan) telah mengalami perubahan berbunyi: Negara Indonesia Adalah Negara Hukum. Makna negara hukum adalah negara yang mengutamakan hukum sebagai landasan berpijak dan berbuat dalam konteks hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan kata lain, hukum merupakan hal yang supreme : bukan uang dan kekuasaan. Agar hukum dapat menjadi supreme, maka hukum/undang-undang tersebut harus bersinergi dengan moralitas masyarakat. Keharusan hukum bersinergi dengan moralitas masyarakat, telah diungkapkan oleh teori/ajaran ilmu hukum yang mengajarkan bahwa suatu undang-undang akan dapat berlaku efektif di masyarakat apabila undang-undang tersebut memiliki 3 macam kekuatan, yaitu juristische geltung, soziologische geltung dan filosofische geltung.
Soziologische geltung dan filosofische geltung mengajarkan kepada kita bahwa undang-undang yang mengakomodasi/merespon secara benar moralitas masyarakat, yang akan mempermudah terwujudnya supremasi hukum. Karena penegakan undang-undang tersebut secara mutatis mutandis berarti menegakkan  moralitas  masyarakat. Sebaliknya, apabila suatu undang-undang gagal mengakomodasi/merespon moralitas masyarakat, maka perwujudan supremasi hukum akan mengalami kesulitan. Dalam konteks ini, undang-undang/hukum  akan dijadikan perisai untuk melawan  moralitas  masyarakat. Dalam konteks ini pula, penegakan hukum tidak akan memberikan kenyamanan dan keadilan bagi masyarakat.
Hubungan antara hukum dan moral sangan erat sekali, ada pepatah Roma mengatakan “Apa artinya Undang – undang kalau tida disertai moralitas?”. Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang dijiwainya. “Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa” ( Dahlan Thaib halaman : 6).

E.   Hubungan manusia dengan moral
Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika berasal daribahasa kuno yang berarti ethos dalam bentuk tunggal ethos memiliki banyak artiyaitu tempat tinggal biasa, padang rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuk jamak ethos (ta etha) yang artinya adat kebiasaan. Moral berasal dari bahsa latin yaitu mos (jamaknya mores) yang berarti adat, cara, dan tempat tinggal. Dengan demikian secara etimologi kedua kata tersebut bermakna sama hanya asal uasul bahasanya yang berbeda dimana etika dari bahasa yunani sementara moral dari bahasa latin.
Moral yang pengertiaannya sama dengan etika dalam  makna nilai-nilai dan orma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam ilmu filsafat moral banyak unsur yang dikaji secara kritis, di landasi rasionalitas manusia seperti sifat hakiki manusia, prinsip kebaikan, pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dan sebagainya. Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa nasehat tentang hal-halyang baik.

F.   Perbedaan hukum dengan moral
        Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1.   Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.

2.   Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.

3.   Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.

4.   Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.

      Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1.   Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2.   Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3.   Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan.
4.   Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5.   Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6.   Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).
            Moral bisa diartikan nilai atau norma yang menjadi pegangan suatu individu maupun kelompok dalam mengatur tingkah laku, sedangkan Moralitas merupakan keseluruhan dari sifat moral tentang baik dan buruk.
Hukum merupakan suatu aturan yang mengikat baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang memiliki sanksi apabila dilanggar. Hukum harus mencakup tiga unsur, yaitu kewajiban, moral dan aturan.
Manusia, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.

B.     Saran dan kritik
Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia. Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender. Penegakan hukum jangan dipertentangkan dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara hukum dengan masyarakat sipil.

DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Elly M. dkk., 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Suwarno, dkk. 2008. ISBD. Surakarta : BP-FKIP UMS.
Bertens, Kees. 2002. Etika. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Keraf, Sonny. 1991. Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Velazquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis, Konsep dan Kasus – Edisi 5.
 Diterjemahkan dari judul asli Business Ethics, Concepts and Cases (2002) oleh Ana Purwaningsih, dkk. Yogyakarta: Penerbit ANDI.