MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Disusun Oleh
MAHRIFAT ISMAIL
451417011
KELAS A
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan
Sebuah buku". Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada
kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah
serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah, Pengantar Pendidikan, dengan judul "Manusia sebagai mahluk budaya". Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan Buku ini berlangsung sehingga terselesaikanlah.
Semoga Buku ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya Makalah yang telah disuasun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran, yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah, Pengantar Pendidikan, dengan judul "Manusia sebagai mahluk budaya". Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan Buku ini berlangsung sehingga terselesaikanlah.
Semoga Buku ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya Makalah yang telah disuasun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran, yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR…………………..........1
DAFTAR ISI………………………………………….......2
BAB I. HAKEKAT MANUSIA
SEBAGAI MAHLUK BUDAYA…………...3
A.Hakekat Manusia Sebagai Mahluk Budaya………………………………....3
BAB II. ETIKA DAN
ESTETIKA
BUDAYA……………..……………………...5
A.Etika
Dan Estetika Kebudayaan…………………………....5
B.Promblem Matika Budaya…………………………….…...14
BAB III. MANUSIA
SEBAGAI
PENCIPTA DAN PENGGUNA KEBUDAYAAN………………………….....19
A.Manusia Sebagai Pencipta Dan
Pengguna Kebudayaan………………...19
B.
Wujud-Wujud Budaya………………...24
DAFTAR PUSTAKA……………………......28
NAMA NAMA
PENYUSUN………………..29
BAB 1
HAKEKAT MANUSIA SEBAGAI MAHLUK
BUDAYA
A.Hakekat manusia sebagai makhluk budaya
Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang tertinggi dan
paling beradab dibandingkan dengan ciptaan tuhan lainnya. Manusia mempunyai
tingkatan lebih tinggi lagi dalam berpikir, dan mempunyai akal yang dapat
memperhitungkan tindakannya melalui proses belajar terus-menerus. Sedangkan
budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan jamak dari budhi (budi atau akal). Oleh karena itu budaya dapat
diartikan sebagai pikiran atau akal budi. Dan dapat kita simpulkan sehingga
makhluk budaya dapat diartikan sebagai makhluk yang memiliki pikiran atau akal
budi.
Secara sederhana hubungan manusia dengan
kebudayaan itu adalah manusia sebagai perilaku/ makhluk budaya, dan kebudayaan
merupakan objek yang dilaksanakan manusia. Dalam sosiologi manusia dan
kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, artinya walaupun keduanya berbeda tetapi
keduanya merupakan satu kesatuan, karena manusia yang menciptakan kebudayaan,
dan setelah
tercipta kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai
dengannya. Ketidakmampuan manusia untuk
bertindak instingtif diimbangi oleh kemampuan lain yakni kemampuan untuk
belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik. Kemampuan
untuk belajar dimungkinkan oleh berkembangnya inteligensi dan cara berfikir
simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan
yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting,
perasaan, dengan pikiran, kemauan dan hubungan yang bermakna dengan alam
sekitarnya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Hakikat
kodrat manusia itu adalah :
1)
sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta, rasa, dan karsa).
2)
sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial,
ekonomi, politik, budaya dan alam), dan
3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan dan sesuai dengan hakikat
kodratinya.
BAB 2
ETIKA DAN ESTETIKA BUDAYA
A.Etika dan Estetika berbudaya
Etika (kesusilaaan) lahir karena
kesadaraan akan adannya naluri-solidaritas sejenis pada makhluk hidup untuk
melestarikan kehidupannya, kemudian pada manusia etika ini menjadi kesadaran
sosial, memberi rasa tanggungjawab dan bila terpenuhi akan menjelma menjadi
rasa bahagia. (A.A Djelantik,Estetika Sebuah Pengantar.hal-4).
Pada
manusia yang bermasyarakat etika ini berfungsi untuk mempertahankan kehidupan
kelompok dan individu.Pada awalnya Etika
dikenal pada sekelompok manusia yang sudah memiliki peradaban lebih tinggi. Terdapat
proses indrawi yang diperoleh secara visual dan akustik(instrumental). Keduanya
(proses indrawivisual dan akustik) mengambil peran tambahan melakukan
fungsi-fungsi yang jauh lebih tinggi,bukan hanya melakukan fungsi vital, tetapi
telah melibatkan proses-proses yang terjadi dalam budi dan intelektualitas dan
lebih bertujuan untuk memberi pengetahuan dan kebahagiaan jasmani dan ruhani. (A.A
Djelantik,Estetika Sebuah Pengantar.hal-3).
Istilah
Estetika dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714 – 1762) melalui
beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan.(Encarta
Encyclopedia 2001, 1999) Baumgarten menggunakan istilah estetika untuk
membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan indrawi. Dengan
melihat bahwa istilah estetika baru muncul pada abad 18, maka pemahaman tentang
keindahan sendiri harus dibedakan dengan pengertian estetik.
Manfaat
nilai etika dan estetika kebudayaan bagi kehidupan masyarakat dalam berbudaya
dan bermasyarakat. Kegunaan adanya nilai etika dan estetika dalam kehidupan
dalam bermasyarakat adalah hal yang wajib dipertahankan, sehingga pada akhirnya
masyarakat menyadari bahwa mempertahankan dan menyelamatkan kebudayaan suatu
daerah atau bangsa harus diletakkan di paling awal . Dan menjadikan nilai
kebudayaan sebagai acuan untuk menempuh kehidupan masa depan masyarakat, dengan
terus melakukan kontekstualisasi dan aktualisasi pada berbagai dinamika zaman.
Masyarakat harus bisa menyaring kebudayaan baru dengan tetap memprioritaskan
kebudayaan asal mereka jangan samapai kebudayaan kita hilang hanya dikarenakan
adanya budaya baru yang kita anggap lebih maju di banding budaya kita sendiri
dan agar menjadi masyarakat yang berbudaya, tentunya dengan nilai etika dan
estetika yang ada di dalamnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa
kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari
suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan
kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu
bangsa.
1.
Nilai-Nilai Kebudayaan
Nilai-nilai budaya
merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat,
lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang
dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa
yang akan terjadi atau sedang terjadi.
2. Etika
Istilah etika berasal
dari bahasa Yunani kuno, yaitu ‘ethos’ yang berarti adat kebiasaan atau akhlak
yang baik. Etika adalah ilmu tentang kebiasaan perilaku yang baik. Kebudayaan
merupakan induk dari berbagai macam pranata yang dimiliki manusia dalam hidup
bermasyarakat. Etika merupakan bagian dari kompleksitas unsur-unsur kebudayaan.
Ukuran etis dan tidak etis merupakan bagian dari unsur-unsur kebudayaan.
Manusia membutuhkan kebudayaan, yang didalamnya terdapat unsur etika, untuk
bisa menjaga kelangsungan hidup. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang
menjaga tata aturan hidup. Etika dapat diciptakan, tetapi masyarakat yang
beretika dan berbudaya hanya dapat diciptakan dengan beberapa persyaratan
dasar, yang membutuhkan dukungan-dukungan, seperti dukungan politik, kebijakan,
kepemimpinan dan keberanian mengambil keputusan, serta pelaksanaan secara
konsekuen. Selain itu dibutuhkan pula ruang akomodasi, baik lokal maupun
nasional di mana etika diterapkan, pengawasan, pengamatan, dan adanya
pihak-pihak yang memelihara kehidupan etika. Kesadaran etis bisa tumbuh karena
disertai akomodasi.
Etika (kesusilaaan) lahir karena kesadaraan akan adannya
naluri-solidaritas sejenis pada makhluk hidup untuk melestarikan
kehidupannya,kemudian pada manusia etika ini menjadi kesadaran sosial ,memberi
rasa tanggung jawab dan bila terpenuhi akan menjelma menjadi rasa bahagia. (A.A
Djelantik,Estetika Sebuah Pengantar.hal-4).
Pada manusia yang bermasyarakat etika ini
berfungsi untuk mempertahankan kehidupan kelompok dan individu. Pada awalnya
Etika dikenal pada sekelompok manusia yang sudah memiliki peradaban lebih
tinggi. Terdapat proses indrawi yang diperoleh secara visual dan
akustik(instrumental). Keduanya (proses indrawivisual dan akustik) mengambil
peran tambahan melakukan fungsi-fungsi yang jauh lebih tinggi,bukan hanya
melakukan fungsi vital, tetapi telah melibatkan proses-proses yang terjadi
dalam budi dan intelektualitas dan lebih bertujuan untuk memberi pengetahuan
dan kebahagiaan jasmani dan ruhani. (A.A Djelantik,Estetika
SebuahPengantar.hal-3).
3. Estetika
Estetika adalah ilmu
yang menelaah dan membahas aspek-aspek keindahan sesuatu, yaitu mengenai rasa,
sifat, norma, cara menanggapi, dan cara membandingkannya dengan menggunakan penilaian
perasaan.
Istilah Estetika dipopulerkan oleh Alexander
Gottlieb Baumgarten (1714 – 1762) melalui beberapa uraian yang berkembang
menjadi ilmu tentang keindahan.(Encarta Encyclopedia 2001, 1999) Baumgarten
menggunakan istilah estetika untuk membedakan antara pengetahuan intelektual
dan pengetahuan indrawi. Dengan melihat bahwa istilah estetika baru muncul pada
abad 18, maka pemahaman tentang keindahan sendiri harus dibedakan dengan
pengertian estetik.
Berbudaya, selain didasarkan pada etika juga
terkandung estetika di dalamnya. Jika etika menyangkut analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab, estetika membahas
keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya. Manfaat nilai etika dan estetika kebudayaan bagi kehidupan
masyarakat adalah menyadari bahwa mempertahankan dan menyelamatkan kebudayaan
suatu daerah atau bangsa harus diletakkan di paling awal. Dan menjadikan nilai
kebudayaan sebagai acuan untuk menempuh kehidupan masa depan masyarakat, dengan
terus melakukan kontekstualisasi dan aktualisasi pada berbagai dinamika zaman.
Masyarakat harus bisa menyaring kebudayaan baru dengan tetap memprioritaskan
kebudayaan asal mereka jangan samapai kebudayaan kita hilang hanya dikarenakan
adanya budaya baru yang kita anggap lebih maju di banding budaya kita sendiri
dan agar menjadi masyarakat yang berbudaya.
4. Moral
Moral adalah kebiasaan
berbuat baik. Orang dikatakan bermoral apabila dapat mewujudkan kodratnya untuk
berbuat baik, jujur, dan adil dalam
tindakannya.
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki dua macam sistem
budaya yang sama-sama harus dipelihara dan dikembangkan, yakni
sistem budaya nasional dan sistem budaya etnik lokal. Sistem budaya nasional
adalah sesuatu yang relatif baru dan sedang berada dalam proses pembentukannya.
Sistem ini berlaku secara umum untuk seluruh bangsa Indonesia, tetapi
sekaligus berada di luar ikatan budaya etnik lokal.
Nilai-nilai budaya yang terbentuk dalam sistem
budaya nasional bersifat prospektif, misalnya kepercayaan religius kepada Tuhan
Yang Maha Esa; pencarian kebenaran
duniawi melalui jalan ilmiah; penghargaan yang tinggi atas kreativitas dan
inovasi, efisiensi tindakan dan waktu; penghargaan terhadap sesama atas dasar
prestasinya lebih daripada atas dasar kedudukannya; penghargaan yang tinggi kepada kedaulatan
rakyat; serta toleransi dan simpati terhadap budaya suku bangsa yang bukan suku
bangsanya sendiri. Nilai-nilai tersebut menjadi bercitra Indonesia karena
dipadu dengan nilai-nilai lain dari nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam
berbagai sistem budaya etnik lokal Kearifan-kearifan lokal pada dasarnya dapat
dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa secara nasional.
Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar. Budaya etnik lokal seringkali berfungsi
sebagai sumber atau acuan bagi penciptaan-penciptaan baru, seperti dalam bahasa,
seni, tata masyarakat, dan teknologi, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan
lintas budaya. Kebudayaan di Indonesia sangat beragam karena memiliki banyak
perbedaan antar manusia yang berada di tanah indonesia, namun Indonesia
mempunyai semboyan bhineka tunggal ika yang diartikan walaupun berbeda – beda
tetapi tetap satu . pada setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda –
beda pula, itulah yang membedakan aturan – aturan di tiap daerah. seperti suku
asmat di papua dengan pakaian khas bagi kaum laki laki yang menggunakan koteka
dan bahkan penduduknya ada juga yang tidak memakai busana, tetapi hal itu
tidak di langgar karena sudah menjadi tradisi disana . apabila hal seperti itu
ada di daerah Jakarta sudah dapat dipastikan sudah melanggar aturan hukum
yang berlaku. Seperti itulah mengapa peraturan di setiap daerah di Indonesia
cukup beragam. budaya di Indonesia
sangat kuat karena adanya budaya yang turun – temurun dari nenek moyang hingga
sekarang. dan masih banyak acara adat di berbagai daerah untuk melestarikan budayanya
masing – masing daerah.
Perilaku manusia berbudaya adalah perilaku yang
dijalankan sesuai dengan moral, norma-norma yang berlaku dimasyarakat, sesuai
dengan perintah di setiap agama yang diyakini, Dan sesuai dengan hukum Negara
yang berlaku. Dalam berperilaku, manusia yang berbudaya tidak menjalankan
sikap-sikap atau tindakan yang menyinpang dari peraturan-peraturan baik berupa
norma- norma yang ada di masyarakat maupun hokum yang berlaku. Oleh karena itu
sifat manusia yang berbudaya itu yang harus dimiliki setiap manusia khususnya
bangsa Indonesia yang dikenali sebagai negara yang besar dengan banyaknya
budaya yang dimiliki. Jadilah manusia yang memiliki budaya yang tinggi yang
menjadikan manusia tersebut sebagai manusia yang berbudaya dan tentu manusia
yang berbudaya itu pasti juga manusia yang berpendidikan, akan tetapi
sebaliknya manusia yang berpendidikan itu belum tentu dia manusia yang
berbudaya. Banyak contoh di negara ini manusia yang pintar atau berpendidikan
yang melakukan banyak tindak kejahatan atau menyimpang contohnya seperti
korupsi. Itu semua terjadi karena mereka tidak menjadi manusia yang berbudaya
Dan akibatnya mereka tidak memiliki moral, kejujuran, Dan rasa tanggung
jawab.
Karena itu jadilah manusia yang berbudaya. Dengan menjadi manusia
yang berbudaya maka masyarakat akan memiliki sikap yang berakal budi, bermoral,
sopan dan santun dalam menjalani kehidupan diri sendiri ataupun berbangsa dan
bernegara. Sikap Dan sifat manusia yang berbudaya itu juga yang akan menjadikan
bangsa Indonesia bangsa yang besar yang memiliki jati diri sendiri sebagai
bangsa yang beradab dan bermartabat.
5. Problematika Kebudayaan
Kebudayaan mengalami
dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagai pemilik
kebudayaan, dan adanya budaya dari luar yang teradang kita langsung menerima
dan menerapkan pada diri dan kehidupan kita tanpa berfikir panjang dengan
resiko efek ke kebudayan kita sendiri. Ini lah beberapa contoh problematika
kebudayaan:
B,Problematika Kebudayaan
Kebudayaan mengalami
dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagai pemilik
kebudayaan, dan adanya budaya dari luar yang teradang kita langsung menerima
dan menerapkan pada diri dan kehidupan kita tanpa berfikir panjang dengan
resiko efek ke kebudayan kita sendiri. Ini lah beberapa contoh problematika
kebudayaan:
1. Hambatan budaya yang berkaitan
dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Dalam hal ini, kebudayaan tidak dapat bergerak atau berubah karena
adanya pandangan hidup dan sistem kepercayaan yang sangat kental, karena
kuatnya kepercayaan sekelompok orang dengan kebudayaannya mengakibatkan mereka
tertutup pada dunia luar dan tidak mau menerima pemikiran-pemikiran dari luar
walaupun pemikiran yang baru ini lebih baik daripada pemikiran mereka. Sebagai
contoh dapat kita lihat bahwa orang jawa tidak mau meninggalkan kampung
halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani. Padahal hidup mereka umumnya
miskin.
2. Hambatan budaya yang berkaitan
dengan perbedaan presepsi atau sudut pandang.
Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi dan sudut
pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Sebagai contoh dapat kita lihat banyak masyarakat yang tidak setuju dengan
program KB yang dicanangkan pemerintah yang salah satu tujuannya untuk
mengatasi kemiskinan dan kepadatan penduduk, karena masyarakat beranggapan
bahwa banyak anak banyak rezeki.
3. Hambatan budaya yang berkaitan
dengan faktor psikologi atau kejiwaan.
Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena
bencana alam sering mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya
kekhawatiran penduduk bahwa ditempat yang baru hidup mereka akan lebih sengsara
dibandingkan dengan hidup mereka ditempat yang lama.
4. Masyarakat yang terasing dan kurang
komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil yang kurang
komunikasi dengan masyarakat luar cendrung memiliki ilmu pengetahuan yang
terbatas, mereka seolah-olah tertutup untuk menerima program-program
pembangunan.
5. Sikap tradisionalisme yang
berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian
rupa sehingga menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup mereka
yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.
6. Sikap etnosentrisme.
Sikap etnosentris adalah sikap yang mengagungkan budaya suku bangsa
sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap seperti ini akan
memicu timbulnya pertentangan-pertentangan suku, ras, agama, dan antar
golongan. Kebudayaan yang beraneka ragam yang berkembang disuatu wilayah
seperti Indonesia terkadang menimbulkan sikap etnosentris yang dapat
menimbulkan perpecahan.
7. Perkembangan IPTEK sebagai hasil
dari kebudayaan, sering disalah gunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan
bom dibuat justru untuk menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu
generasi, dan obat-obatan yang diciptakan untuk kesehatan tetapi dalam penggunaannya
banyak disalahgunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.
8. Pewarisan kebudayaan.
Dalam hal pewarisan kebudayaan bisa muncul masalah antara lain,
sesuai atau tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika masyarakat saat
sekarang, penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut, dan
munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.
Dalam suatu kasus, ditemukan generasi muda menolak budaya yang
hendak diwariskan oleh pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai
dengan kepentingan hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang
dengan nilai-nilai budaya yang baru diterima sekarang ini.
9. Perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah antara
lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat regress
(kemunduran) bukan progress (kemajuan), perubahan bisa berdampak buruk atau
menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat, dan diluar
kendali manusia.
10. Penyebaran kebudayaan.
Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah, masyarakat
penerima akan kehilangan nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat kuatnya budaya
asing yang masuk. Contoh globalisasi budaya yang bersumber dari kebudayaan
Barat pada era sekarang ini adalah masuknya nilai-nilai budaya global yang
dapat memberi dampak negatif bagi perilaku sebagian masyarakat Indonesia.
Misalnya pola hidup konsumtif, hedonisme, pragmatis, dan induvidualistik.
Akibatnya nilai-nilai asli kebudayaan bangsa seperti rasa kebersamaan dan
kekeluargaan lambat laun bisa hilang dari masyarakat Indonesia.
BAB
3
MANUSIA
SEBAGAI PENCIPTA DAN PENGGUNA KEBUDAYAAN
A. Manusia Sebagai Pencipta dan
Pengguna Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan pada hakekatnya
memiliki hubungan yang sangat erat, dan hampir semua tindakan dari seorang
manusia itu adalah merupakan kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan
terhadap kebudayaan yaitu sebagai:
·
Penganut kebudayaan,
·
Pembawa kebudayaan,
·
Manipulator kebudayaan, dan
·
Pencipta kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa
dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling
sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun
menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian –
kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Kebudayaan berasal dari kata budaya
yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi
Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun
kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan
bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.
Secara sederhana hubungan antara
manusia dengan kebudayaan ketika manusia sebagai perilaku kebudayaan,dan
kebudayaan tersebut merupakan objek yang dilaksanakan sehari-hari oleh manusia.
Di dunia
sosiologi manusia dengan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal,maksudnya
walaupun keduanya berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang butuh,ketika
manusia menciptakan kebudayaan,dan kebudayaan itu tercipta oleh manusia. Disamping
itu, kebudayaan manusia itu menciptakan suatu keindahan yang biasa kita sebut
dengan suatu seni. Keindahan atau seni dibutuhkan oleh setiap manusia agar
kehidupan yang dijalaninya menjadi lebih indah. Manusia dan keindahan atau seni
memang tidak bisa dipisahkan sehingga diperlukan pelestarian bentuk keindahan
yang dituangkan dalam berbagai bentuk kesenian (seni rupa, seni suara maupun
seni pertunjukan) yang nantinya menjadi bagian dari kebudayaannya yang dapat
dibanggakan.
Sebuah
kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut
sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal
perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras,
etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Berikut in adalah contoh contoh
antar hubungan manausia antara lain sebagai berikut:
1)
Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan
Contoh: Adat-istiadat melamar di
Lampung dan Minangkabau. Di Minangkabau biasanya pihak permpuan yang melamar
sedangkan di Lampung, pihak laki-laki yang melamar.
2)
Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda ( urban dan rural ways of life)
Contoh: Perbedaan anak yang
dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota
bersikap lebih terbuka dan berani untuk menonjolkan diri di antara
teman-temannya sedangkan seorang anak desa lebih mempunyai sikap percaya pada
diri sendiri dan sikap menilai (sense of value).
3)
Kebudayaan-kebudayaan khusus kelas sosial
Di masyarakat dapat dijumpai lapisan
sosial yang kita kenal, ada lapisan sosial tinggi, rendah dan menengah.
Misalnya cara berpakaian, etiket, pergaulan, bahasa sehari-hari dan cara
mengisi waktu senggang. Masing-masing kelas mempunyai kebudayaan yang tidak
sama, menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap individu.
4)
Kebudayaan khusus atas dasar agama
Adanya berbagai masalah di dalam
satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
5) Kebudayaan
berdasarkan profesi
Misalnya: kepribadian seorang dokter berbeda dengan kepribadian seorang pengacara dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara mereka bergaul. Contoh lain seorang militer mempunyai kepribadian yang sangat erat hubungan dengan tugas-tugasnya. Keluarganya juga sudah biasa berpindah tempat tinggal.
Misalnya: kepribadian seorang dokter berbeda dengan kepribadian seorang pengacara dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara mereka bergaul. Contoh lain seorang militer mempunyai kepribadian yang sangat erat hubungan dengan tugas-tugasnya. Keluarganya juga sudah biasa berpindah tempat tinggal.
Dalani sosiologi manusia dan
kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya
berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan
kebudayaan, dan setelah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup
manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu
kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara
manusia dengan peraturan – peraturan kemasyarakatan.
Pada saat awalnya peraturan itu
dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya
hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena
kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup
dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang
membuatnya.
Dari sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat
dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan
sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis
ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1. Ekstemalisasi, yaitu proses
dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui
ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi, yaitu proses dimana
masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari
manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala
pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.
3. Intemalisasi, yaitu proses dimana
masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari
kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga
manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Apabila manusia melupakan bahwa
masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi
(Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal: xv). Manusia dan kebudayaan,
atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan
yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi
membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa
terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar
penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermati
B.Wujuud-wujud Kebudayaan
Berikut ini adalah
wujut;wujut kebudayaan antrara lain sebagai berikut:u
1.ide/ gagasan : suatu pola pikir,
contoh wujud kebudayaan dari gagasan pada masyarakat yogyakarta ialah
mempercayai adanya hal hal yang berbau mistis,seperti mempercayai benda benda
pusaka, makna motif batik dan lain lainnya
2.aktifitas : kegiatan/tindakan
yang di lakukan masyarakat. contoh wujud kebudayaan dari aktifitas pada
masyarakat yogyakarta ialah siraman pusaka,labuhan,pemberian sesajen padatempat
yang di anggap terdapat sesepuh yang telah tiada, dan lainnya.
3.hasil budaya : berupa suatu
peninggalan,hasil karya/benda/fisik. contoh wujud kebudayaan dari hasil budaya
pada masyrakat yogyakarta ialah keraton,alun alun,batik,keris dan lainnya.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
·
Gagasan(Wujudideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
·
Aktivitas(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusialainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusialainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
·
Artefak(karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisikyang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaann
Artefak adalah wujud kebudayaan fisikyang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaann
Berdasarkan wujudnya tersebut,
kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
·
Kebudayaanmaterial
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaannonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
A.A.
Sitompul, Manusia dan Budaya, Jakarta: Gunung Mulia, 1993
Dp.
Maas, Materi Pokok UT Antropologi Budaya, Jakarta: Universitas Terbuka,
1985
Koentjaraningrat, Manusia
dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Jambatan, 1975
__________ _, Kebudayaan,
Mentalis, dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993
Taliziduhu
Ndraha, Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Ensiklopedi
Indonesia (Edisi Khusus) Jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar
Baru-Van Hoeve, 1991
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1998
M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, vol. 15, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Nasruddin
Razak, Dienul Islam, Bandung: PT. Al-Ma”arif, 1986
Ensiklopedi
Indonesia (Edisi Khusus) Jilid 4, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve:
1991), h. 2139
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai
Pustaka: 1998), h. 558
Taliziduhu
Ndraha, Budaya Organisasi, (Jakarta, Rineka Cipta: 2003), h. 11
Nasruddin
Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma”arif, 1986), cet.
ke-9, h. 38
Enno
W. Hommes, “Technology, Risk, Countervailing Power and Sustainable
Development”, Paper Presented at Discussion Forum on Development Issues, at
the Institute of Technology of Bandung, 14-15 May 1990
Tidak ada komentar:
Posting Komentar